Kuswara terus bersinergi dengan aparat guna mengawasi dan bersosialisasi dengan masyarakat untuk menjaga kawasan hutan
Memasuki musim kemarau di Indonesia yang pada umumnya terjadi pada bulan April sampai dengan Oktober. Di kala kemarau ancaman kebakaran hutan dan lahan ada didepan mata, oleh karena itu pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan adalah suatu hal yang sangat krusial untuk diperhatikan oleh seluruh pihak. Dalam hal ini kegiatan deteksi dini, pencegahan dan edukasi kepada masyarakat adalah beberapa dari upaya kunci yang dilakukan oleh berbagai pihak salah satu diantaranya adalah Manggala Agni yang merupakan garda terdepan dalam pengendalian kebakaran lahan dan hutan dilapangan. Berikut ini adalah kisah petugas Manggala Agni, pahlawan pelindung hutan dari amukan api.
Ada sebuah kalimat bijak, “api kecil menjadi teman, api besar menjadi lawan”. Sepenggal kalimat itulah yang selalu memotivasi Kuswara, selama menjalani profesinya sebagai polisi hutan di Provinsi Jambi. Bapak tiga anak ini kini menjabat sebagai Kepala Daerah Operasi (Kadaops) Manggala Agni Muara Tebo, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sebagian besar hidupnya, dihabiskan untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), di Jambi.
Polisi hutan bukanlah sebuah profesi dan pekerjaan yang mudah. Mengingat, peristiwa karhutla di Indonesia, terutama di Jambi, selalu terjadi setiap tahun. Selama 14 tahun lamanya, Kuswara berjibaku dalam mengendalikan karhutla.
Berdasarkan pengalamannya menjaga hutan, dia melihat pemicu karhutla sebagian besar bersumber dari ulah manusia. "Di lapangan, kami dan tim selalu mengingatkan warga agar tidak membakar lahan. Risikonya terlalu besar dan terlalu mahal harga yang harus dibayarkan," ujar Kuswara.
Pria asal Garut, Jawa Barat ini, menuturkan suka dukanya selama bertugas sebagai anggota Manggala Agni. Bisa dibilang, Kuswara lebih banyak menghabiskan waktunya ditengah hutan ketimbang di dalam ruangan kantor. Tidak hanya hitungan hari, bahkan berminggu-minggu, lebih banyak dia habiskan melakukan patroli di hutan ketimbang bersama keluarganya.
Dalam menjalankan tugas tak jarang Kuswara mendapatkan ancaman dan cacian dari masyarakat yang membuka lahan
Dalam mengantisipasi karhutla, tim Manggala Agni kerap memberikan sosialisasi kepada masyarakat, agar tidak membakar lahan. Baik itu seusai panen maupun saat membuka lahan. Namun, upaya sosialisasi tersebut, kerap mendapat perlawanan dari masyarakat. Suatu ketika, Kuswara sempat diacungi dan diancam dengan parang saat bertugas. Hujatan dan makian pun sudah menjadi hal biasa. Sebab, kebiasaan membakar lahan dan hutan, masih dipandang sebagai cara paling murah dan cepat bagi masyarakat dalam membuka lahan atau seusai panen.
"Tidak bosan-bosan kami sampaikan ke masyarakat sekitar hutan untuk mengingatkan agar tidak membakar lahan,” tutur pria yang tengah berpatroli di hutan Kabupaten Tebo.
Suasana hutan sebenarnya sudah dikenal Kuswara sejak kecil. Pria berusia 38 tahun ini lahir di desa yang berlokasi di pinggir hutan di Garut, Jawa Barat. Warung makan yang dikelola ibunya, selalu menjadi tempat berkumpul polisi hutan saat bertugas. Berbagai kisah menarik saat para polhut dalam bertugas itulah, yang akhirnya mendorong Kuswara bersekolah di Sekolah Kehutanan Menengah Atas alias SKMA. Sebuah lembaga pendidikan khusus untuk menelurkan polisi hutan.
Sebagai petugas Manggala Agni, Kuswara mengapresiasi keterlibatan semua pihak termasuk pihak swasta dalam pengendalian karhutla. Menurutnya beberapa perusahaan HTI dan perkebunan memiliki kepedulian yang besar terhadap konservasi dan karhutla. Salah satunya adalah PT Lestari Asri Jaya (LAJ) yang beroperasi di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.
Kolaborasi Manggala Agni dan PT LAJ telah berjalan sejak 2017 diantaranya dalam kegiatan sosialisasi, operasi, patroli dan latihan bersama untuk mengantisipasi karhutla. Melalui komunikasi yang baik ini tentu upaya pencegahan karhutla bisa diminimalisir, sehingga tidak sampai menimbulkan dampak lebih luas.
Kuswara menandaskan bahwa apa yang dilakukan perusahaan itu sangat bernilai. "Bayangkan jika semua sudah sangat terlambat dengan tidak ada sosialisasi ke masyarakat, mitigasi dan sebagainya, efek yang ditimbulkan juga akan jauh lebih besar dibanding dana untuk pencegahan," katanya.
Kuswara berharap agar lebih banyak lagi perusahaan-perusahaan HTI atau perkebunan yang aktif berkolaborasi, menjalin komunikasi intensif dengan seluruh pemangku kepentingan demi menjaga alam. "Puas melihat alam masih hijau dan asri. Air di sungai di tengah hutan yang mengalir bersih, serta masyarakat yang hidup berdampingan dengan hutan. Itulah contoh pengelolaan kawasan hutan yang baik," tutupnya. (red)