JAMBI – Program perhutanan sosial diyakini dapat menjadi solusi efektif untuk menyelesaikan konflik lahan yang kerap terjadi antara masyarakat dengan perusahaan. Bahkan, dengan perhutanan sosial, perusahaan turut memberdayakan masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat, yang tinggal di daerah sekitar konsesi perusahaan. Sebab, dengan perhutanan sosial, masalah ekologi, ekonomi dan sosial bisa direduksi.
Menurut Kepala Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Dr. Bambang Irawan, SP, agar program tersebut dapat berjalan optimal, masih dibutuhkan sejumlah hal, diantaranya: penguatan kelembagaan kelompok tani hutan, kapasitas serta kemampuan petani hutan dan permodalan. Seluruh komponen itu membutuhkan kerjasama yang terintegrasi antara perusahaan, pemerintah, petani, dan akademisi.
Bambang mengatakan, ijin perhutanan sosial yang dikeluarkan pemerintah sebenarnya sudah banyak. Namun memang kapasitas masyarakat pengelola hutan yang belum mumpuni. Akibatnya, konsep perhutanan sosial pun belum dapat diimplementasikan secara optimal. Hak pengelolaan lahan oleh masyarakat akan lebih optimal, jika masyarakat mendapat bantuan berupa kemampuan kelembagaan, skill, dan teknologi serta manajemen pemasaran.
"Dengan perhutanan sosial masalah konflik lahan bisa terselesaikan, sebab masyarakat memiliki legalitas dalam mengelola lahannya. Di Jambi, ada sekitar 200-300 ribu hektare kawasan hutan yang diperuntukkan untuk perhutanan sosial. Tapi pengelolaan yang benar-benar sesuai harapan sangat sedikit. Untuk itu, penguatan kemampuan masyarakat pengelola perhutanan sosial menjadi sangat penting," kata Bambang Irawan.
Dari sejumlah perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan dan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Jambi, menurut Bambang, baru segelintir saja yang sudah menerapkan program perhutanan sosial. Hal itu yang membuat Bambang mengapresiasi partisipasi aktif dua perusahaan HTI, yaitu: PT Lestari Asri Jaya (LAJ) dan PT Wanamukti Wisesa (WW), yang telah mengimplementasikan program perhutanan sosial kepada masyarakat di sekitar wilayah konsesinya di Kabupaten Tebo, Jambi.
PT LAJ dan PT WW dinilai telah bermitra dengan masyarakat untuk mewujudkan perhutanan sosial yang ideal. Selain turut aktif membantu masyarakat untuk mendapatkan legalitas hukum terhadap lahan yang dikelola masyarakat, kedua perusahaan turut memberikan berbagai macam bentuk pelatihan dan pendampingan kepada masyarakat.
"Kedua perusahaan bisa menjadi contoh bagi perusahaan lainnya. Sebab, keduanya turut membina masyarakat, termasuk melakukan transfer skill dan pengetahuan pengelolaan hutan kepada masyarakat. Bahkan, fasilitas perusahaan juga dapat difungsikan untuk membantu masyarakat yang sudah bermitra dengan perusahan," tutur Bambang.
Seperti diketahui, belum lama ini atas peran aktif kedua perusahaan tersebut, pemerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup tentang Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (SK Kulin KK) kepada dua Kelompok Tani Hutan (KTH) yang menjadi mitra kedua perusahaan. LAJ juga tengah mengusulkan kepada KLHK untuk memberikan SK Kulin KK kepada lima kelompok tani lainnya. Tak heran, dengan semua itu induk kedua perusahaan tersebut yakni PT Royal Lestari Utama mendapat penghargaan sebagai Indonesia Green Companies 2020, baru-baru ini.
Selain memberikan manfaat kepada masyarakat, menurut Bambang, program perhutanan sosial juga berdampak positif kepada perusahaan. Dengan perhutanan sosial, konflik lahan yang sering terjadi bisa terselesaikan. Selain itu juga masyarakat bisa ikut mengelola lahan dan merawatnya sepenuh hati. Sehingga, ketika ada masalah di sekitar lahan perusahaan, masyarakat bisa ikut berkontribusi positif membantu menyelesaikan. Tak kalah penting, masyarakat bersama perusahaan bisa bersama-sama menjaga kawasan konservasi.
Sementara bagi pemerintah, perhutanan sosial bisa membantu menurunkan angka kemiskinan. Karena di dalamnya masyarakat pengelola bisa lebih produktif. Tak kalah penting adalah pemerintah terbantu memitigasi karhutla. Tidak ada lagi saling klaim antara masyarakat dan perusahaan terkait karhutla.
"Dan yang lebih penting, identifikasi karhutla bisa dilakukan lebih dini. Masyarakat pengelola juga lebih bertanggung jawab karena ikut mengelola sehingga harus berpikir ulang saat ingin membuka lahan dengan membakar lahan," urainya.
Bambang Irawan juga menegaskan bahwa pemerintah kini harus fokus mengembangkan perhutanan sosial. Manfaatnya sangat besar. Ditambah potensi hutan sosial di Provinsi Jambi juga sangat besar. Jadikan perhutanan sosial sebagai mainstream atau arus utama pembangunan. Akademisi dari Unja ini juga sudah mengonsep bentuk perhutanan sosial hingga ke level tapak sehingga masyarakat, pemerintah dan perusahaan serta perusahaan bisa saling mendapatkan keuntungan.
"Dengan begini semua pihak akan mendapat benefit ekologi, ekonomi dan sosial. Dan yang tak kalah penting, perusahaan bisa leluasa berusaha dan tidak terganggu dengan konflik-konflik yang ada," tutupnya.(red)